Rabu, 25 September 2013

CARRYING CAPACITY

Carrying capacity atau daya dukung didefinisikan sebagai jumlah maksimum populasi dari suatu spesies yang dapat disupport oleh suatu wilayah tampa mengurangi kemampuan wilayah tersebut untuk mensupport spesies yang sama pada masa yang akan datang, hal ini juga berlaku untuk populasi manusia. Notohadiprawiro (1987) mengemukakan bahwa kemampuan lahan menyiratkan daya dukung lahan. Kemampuan lahan adalah mutu lahan yang dinilai secara menyeluruh dengan pengertian merupakan suatu pengenal majemuk lahan dan nilai kemampuan lahan berbeda untuk penggunaan yang berbeda. Dalam kaitannya dalam pemenuhan kebutuhan manusia, maka kemampuan lahan terjabarkan menjadi pengertian daya dukung lahan. Imbangan tingkat pemanfaatan lahan dengan daya dukung lahan menjadi ukuran kelayakan penggunaan lahan. Sebaliknya jika pemakaian lahan telah melampaui kemampuan daya dukung lahan, maka pemanfaatan lahan tidak dipakai secara efektif. Dari uraian tadi, maka secara jelas dapat dikatakan bahwa daya dukung lahan adalah kemampuan bahan pada suatu satuan lahan untuk mendukung kebutuhan-kebutuhan manusia dalam bentuk penggunaan lahan, yang pada akhirnya tujuannya adalah untuk memenuhi kebutuhan manusia terutama bahan makanan. 
Tanaman Pangan dan Tanaman Hortikultura 
Tanaman pangan adalah tanaman-tanaman yang menghasilkan bahan makanan utama seperti: padi (menghasilkan beras), palawija (menghasilkan jagung), kacang-kacangan dan ubi-ubian. Tanaman- tanaman dapat diusahakan di atas tanah, tanah sawah, ladang, ataupun pekarangan (Mubyarto, 1985). Kebutuhan bahan makanan dan ketersediaan bahan pangan merupakan hal yang penting dalam kehidupan manusia. Bukan hanya tanaman pangan yang terancam, tapi juga tanaman hortikultura. Tanaman hortikultura merupakan tanaman yang menghasilkan buah, sayuran, bahan obat nabati, florikultura, termasuk di dalamnya jamur, lumut, dan tanaman air yang berfungsi sebagai sayuran, bahan obat, ataupun bahan estetika. Tanaman pangan atau pokok penting, tapi bukan berarti manusia tidak membutuhkan tanaman hortikultura, tanaman hortikultura sebagai sumber vitamin yang dibutuhkan manusia. 
 Lahan pertanian Indonesia yang menjadi tempat tumbuhnya tanaman semakin berkurang, banyak lahan pertanian dialih fungsikan menjadi tempat pemukiman, pabrik, perkantoran dan lain sebagainya. Mengingat luas lahan pertanian yang semakin berkurang dengan pertumbuhan penduduknya yang besar akan menyebabkan ketersediaan lahan pertanian menjadi semakin kecil. Apabila hal ini dibiarkan, maka akan terjadi ketidakseimbangan penduduk yang bekerja sebagai petani pada suatu wilayah dengan luas lahan pertanian yang ada. Akibatnya, tekanan penduduk pada lahan pertanian akan semakin besar atau dengan kata lain wilayah tersebut tidak mampu lagi memenuhi kebutuhan pangan penduduknya. Keadaan ini sangatlah kontradiktif, karena pertambahan penduduk membawa konsekuensi peningkatan kebutuhan bahan makanan dan ketersediaan bahan pangan merupakan hal yang penting dalam kehidupan. Oleh sebab itu, hal tersebut harus mampu dipenuhi oleh daerah dengan cara memanfaatkan dan meningkatkan potensi sumberdaya yang ada terutama lahan pertanian. Apabila keadaan ini dibiarkan berlangsung terus-menerus maka bukan tidak mungkin produksi sudah tidak sebanding dengan kebutuhan penduduk yang ada. Hal itu berarti bahwa daya dukung lahan pertanian akan semakin kecil. 
Menurut Sinukaban (2008) produktifitas pertanian yang rendah tersebut dapat disebabkan oleh suatu kombinasi faktor – faktor berikut ; lahan tidak subur atau miskin, lahan sudah tererosi berat, pemakaian pupuk tidak memadai, sistem pengelolaannya kurang sesuai dan memadai, kurangnya ketrampilan petani, dan jenis tanaman yang ditanam tidak sesuai dengan keadaan biofisik daerah. Selain dari faktor-faktor di atas, berkurangnya luas lahan pertanian juga sangat mempengaruhi jumlah produktivitas pertanian. Untuk mengatasi masalah tersebut yaitu untuk mengatasi penurunan daya dukung lahan menurut Hardjasoemantri (1989) dapat dilakukan antara lain dengan cara: 1). Konversi lahan, yaitu merubah jenis penggunaan lahan ke arah usaha yang lebih menguntungkan tetapi disesuaikan wilayahnya; 2). Intensifikasi lahan, yaitu dalam menggunakan teknologi baru dalam usahatani; 3). Konservasi lahan, yaitu usaha untuk mencegah.

 Dampak negatif dan aspek teknologi untuk mengatasi masalah masalah yang timbul akibat carrying capacity 
Inovasi bidaya dan teknologi dapat meningkatkan carrying capacity, namun dalam kurun waktu yang cukup lama apabila inovasi tersebut menyebabkan kerusakan sumberdaya esensial yang tidak tergantikan maka hal tersebut pada akhirnya akan menurunkan carrying capacity dari suatu wilayah. Contoh nyata dari penurunan carrying capacity adalah ketika masa orde baru, yaitu revolusi hijau. Memang benar revolusi hijau memberikan manfaat yaitu meningkatkan produksi pangan terutama beras, tapi yang jadi masalah aman bagi keberlanjutan lingkungan. Inovasi yang tidak dibarengi keberlanjutan lingkungan, pada akhirnya akan menurunkan carrying capacity. Salah satu contoh adalah dampak dari revolusi hijau, mulai dari resistensi hama, resurjensi, matinya organisme non target, kematian musuh alami, peledakan hama primer dan sekunder, dan yang paling parah adalah kerusakan agroekosistem. 
Kerusakan sumber daya alam dan lingkungan hidup yang terjadi selama ini berkaitan erat dengan tingkat pertambahan penduduk dan pola penyebaran yang kurang seimbang dengan jumlah dan pola penyebaran sumber daya alam serta daya dukung lingkungan yang ada (Moh. Soerjani, 1987). Ketidak seimbangan antara pertambahan penduduk dengan jumlah sumber daya yang ada juga menjadi salah satu faktor penurunan carrying capacity, bagaimana tidak banyak lahan pertanian yang notabene menjadi tempat produksi pangan dialih fungsikan menjadi pemukiman, pabrik, dan lain sebagainya. Penggunaan lahan yang tepat adalah langkah pertama dalam praktek pertanian modern, penerapan teknik konservasi tanah dan air yang memadai dan perencanaan penggunaan lahan/tata ruang yang baik. Penggunaan lahan yang tepat adalah salah satu bagian dari konservasi tanah dan air yang merupakan penempatan setiap bidang tanah pada penggunaan yang sesuai dengan kemampuannya dan memperlakukannya sesuai syarat – syarat yang diperlukan, sehingga tanah tersebut tidak rusak dan dapat menjamin produktivitas yang tinggi secara lestari. (Sinukaban, 2008). Bentuk penggunaan lahan pada dasarnya adalah wujud nyata dari proses interaksi yang terjadi antara aktivitas-aktivitas manusia dan sumberdaya lahan dalam upaya untuk memenuhi kebutuhan dan meningkatkan taraf hidupnya (Soerjani, 1987). Keterbatasan sumberdaya yang ada mengharuskan peran perencanaan pembangunan agar dapat mengatur penggunaan sumberdaya secara proporsional sehingga dapat tercapai kualitas lingkungan hidup yang optimal. Untuk mencapai ini harus ada keseimbangan antara jumlah penduduk dan luas lahan bersama sumberdaya yang dikandungnya, khususnya sumberdaya yang dapat diperbaharui pada lahan pertanian. 
DAFTAR PUSTAKA 
Hardjasoemantri, 1989. Hukum Tata Lingkungan. Edisi Ke-empat, Universitas Gadjah Mada Press, Yogyakarta. Mubyarto, 1985. Pengantar Ekonomi Pertanian, LP3ES. Jakarta. Muhammad Soerjani, 1987. Lingkungan Sumber Daya Alam dan Kependudukan Dalam Pembangunan. Universitas Indonesia Press, Jakarta. Notohadiprawiro, 1987, Tanah, Tata Guna Lahan dan Tata Ruang Dalam Analisis Dampak Lingkungan, Universitas Gadjah Mada Press, Yogyakarta. Soerjani, 1987. Lingkungan: Sumberdaya Alam, Kependudukan, dalam Pembangunan, Universitas Indonesia Press, Jakarta. Sinukaban, K.Murtilaksono, B.Sanim, dan A.Ng. Ginting. 2008. Kajian Sistem Agroforestry dalam Pembangunan Pertanian Berkelanjutan. IPB. Bogor.

3 komentar:

  1. Kalau boleh saran, biar daftar pustakanya mudah dibaca, diedit jadi kayak gini:


    Hardjasoemantri, 1989. Hukum Tata Lingkungan. Edisi Ke-empat, Universitas Gadjah Mada Press, Yogyakarta. Mubyarto, 1985. Pengantar Ekonomi Pertanian, LP3ES. Jakarta.
    Muhammad Soerjani, 1987. Lingkungan Sumber Daya Alam dan Kependudukan Dalam Pembangunan. Universitas Indonesia Press, Jakarta.
    Notohadiprawiro, 1987, Tanah, Tata Guna Lahan dan Tata Ruang Dalam Analisis Dampak Lingkungan, Universitas Gadjah Mada Press, Yogyakarta.
    Soerjani, 1987. Lingkungan: Sumberdaya Alam, Kependudukan, dalam Pembangunan, Universitas Indonesia Press, Jakarta.
    Sinukaban, K.Murtilaksono, B.Sanim, dan A.Ng. Ginting. 2008. Kajian Sistem Agroforestry dalam Pembangunan Pertanian Berkelanjutan. IPB. Bogor.

    BalasHapus
  2. Atau jadi kayak gini:

    Hardjasoemantri, 1989. Hukum Tata Lingkungan. Edisi Ke-empat, Universitas Gadjah Mada Press, Yogyakarta.

    Mubyarto, 1985. Pengantar Ekonomi Pertanian, LP3ES. Jakarta.

    Muhammad Soerjani, 1987. Lingkungan Sumber Daya Alam dan Kependudukan Dalam Pembangunan. Universitas Indonesia Press, Jakarta.

    Notohadiprawiro, 1987, Tanah, Tata Guna Lahan dan Tata Ruang Dalam Analisis Dampak Lingkungan, Universitas Gadjah Mada Press, Yogyakarta.

    Soerjani, 1987. Lingkungan: Sumberdaya Alam, Kependudukan, dalam Pembangunan, Universitas Indonesia Press, Jakarta.

    Sinukaban, K.Murtilaksono, B.Sanim, dan A.Ng. Ginting. 2008. Kajian Sistem Agroforestry dalam Pembangunan Pertanian Berkelanjutan. IPB. Bogor.

    BalasHapus